Kortek (Korban Teknologi)

Posted: Januari 9, 2009 in Uncategorized
Tag:

Kortek (Korban Teknologi)
Oleh : Wawan Sumarwan

R
udi, lengkapnya Mad Rudian, dan Asih, atau nama lengkapnya Warsih adalah pasangan suami istri yang tinggal di daerah yang sejuk dan jauh banget dari polusi knalpot atau pabrik, daerah yang kurang memperdulikan siapa menteri pendidikan sekarang, siapa menteri peranan wanita, menteri pertanian, menteri transportasi ataupun berbicara tentang keadaan politik di negeri ini. Alias di Desa Nan jauh di Sanah. Mereka sudah berumah tangga sekitar 3 tahun, namun sampai saat ini belum juga dikaruniai anak. Walaupun mereka sudah berusaha dengan berbagai cara. ”Usaha bersama” setiap siang dan malam sampai mereka hampir bosan, datang ke dokter atau tabib, menggunakan ramuan-ramuan mulai dari ramuan-ramuan kampung lokal sampai interlokal, bahkan sampai datang ke paranormal dan melakukan serangkaian kegiatan ritual yang diperintahkannya. Namun tetap saja usaha mereka itu belum juga membuahkan hasil yang diharapkan.
Dua bulan lalu ayah Rudi meninggal. Ki Suhro, ayah Rudi yang sudah berusia kurang lebih hampir satu abad ini termasuk orang yang agak lumbayan di kampungnya. Dia mempunyai beberapa petak sawah dan kebun kurang lebih mencapai delapan hektar. Kematian ayahnya itu kontan saja membuat Rudi kebagian harta warisannya. Setelah dibagi-bagi dengan ke tiga belas saudaranya dari tiga istri yang ditinggalkan ayahnya, akhirnya Rudi mendapatlkan warisan yang cukup lumbayan. Kematian ayahnya ini baginya adalah ”Sengsara membawa nikmat”.
Dengan bagian warisan tersebut, membuat Rudi menjadi orang yang kaya mendadak. Segala keperluannya baik yang sekunder, primer dan luxnya dia beli. Dari mulai membeli berbagai macam makanan yang menjadi hobinya sampai makanan yang belum pernah dia makanpun dia borong, rumah tempat dia tinggalpun direnofasi dengan cepat, bagai pemborong bangunan pemerintah yang dikejar target karena akan kedatangan presiden, begitu juga berbagai barang elektronik dari mulai home teater, DVD kelas berat, lemari es tipe S-3550X keluaran paling baru, dan banyak lagi barang-barang keren lainnya, termasuk hend phon yang paling canggih yang ingin sekali dia punya dari dulu, semuanya dibeli. Kurang lebih satu minggu dia berburu barang-barang tersebut di kota, wal hasil sore itu mobil truk yang dia sewa sengaja untuk membawa barang-barangnya ini, parkir di depan rumahnya, dan segera menurunkan barang-barang hasil pemburuannya itu. Dengan tersenyum sinis lebar bak seorang kompeni yang sedang mengambil upeti dari para petani miskin, dia bertolak pinggang sambil telunjuknya mengarahkan barang-barangnya agar disimpan di salah satu sudut rumahnya.
Maklum Rudi dan istrinya ini sama-sama belum pernah mengenyam pendidikan sampai menengah pertama atau paket B dan paket C. Keduanya ini hanya tamatan sekolah dasar itu pun sudah dua puluh enam tahun yang lalu. Berbgai barang lux mereka pasang dengan membayar orang lain karena mereka tidak bisa memasangnya walaupun sudah membaca buku panduannya beberapa kali. Buku panduan yang mereka baca kurang mereka fahami, malah panduan yang berbahasa asing, dia bakar karena menurutnya itu adalah bahasa penjajah dan sebaliknya yang berbahasa arab mereka pegang dengan hati-hati dan menyimpannya di atas lemari atau menempelkannya di belakang pintu kamar, karena dia anggap berisi jampi-jampi dan lembaran bertuah pengusir makhluk halus dan anti santet. Kecuali satu barang yang selalu ia pegang sendiri dari awal membelinya dan tidak pernah dilepaskan dari genggamannya, yaitu hand phon mereka tidak mau memberikannya kepada orang lain.
Hand phon (Hp) adalah barang yang paling mereka idam-idamkan sedari dulu, yang ia kenal istilah hp ini dari teman-teman nongkrongnya di pos ronda atau saat ia nonton tv di rumah tetangganya, atau saat dia mendengarkan lagu dangdut kesukaannya yang syairnya ia hafal benar ”…..bang sms siapa ini bang? Pesannya pake sayang-sanyang…… kalau abang bohong nanti hp ini ku buang…” yang di dengar dari radio yang dipasang di pos ronda. Memang hpnya telah disetting ke bahasa Indonesia oleh sang penjualnya tadi di counter. Seharian mereka berdua mengoparak-ngaprik hand phonnya mencoba berbagai menu yang ditawarkan hanphon dan layanan sim cardnya.
“Kang….kang… ini ada permainannya loh” celetuk istrinya dengan nada sedikit agak manja. Oh iya neng punya akang juga sama. Lama kelamaan mereka mulai mengetahui banyak fasilitas yang ada di hp. Keduanya mulai mencoba sms dan telephon-telephon-an. ”Hallo kang…… tes…tes” istrinya mencoba menelpon. “Halo neng … suaranya kedengaran jelas.. ganti…”.

“Hallo…kang dimana?”.
“Akang di ruang depan neng. Neng di mana?”
“Neng ada di teras Kakang……”
Begitu terus-terusan mereka saling menelpon atau terkadang sms, maklum mereka belum mempunyai nomor lain. Sang suami hanya mengetahui nomor istrinya, begitu juga sebaliknya. Dan pulsa mereka masih melimpah ruah.
Sebentar mulai terdengar lagi nada dering sang suami “O..o kamu ketahuan pacaran lagi.. dengan dirinya … teman baikku..” kontan Rudi tersenyum dan langsung menjawab panggilan. “Hallo neng… ada apa?”
“Hallo kang…. kakang ada dimana?”
“Oh… ini neng kakang ada di dapur… neng di mana?”
“Ini kang neng ada di kamar mandi, tepat dibelakang kakang”.
Terlihat mereka tertawa kegirangan, bahagia karena merasa sudah bisa mengoprasikan barang yang dianggapnya tidak semua orang di kampung bisa membelinya atau menggunakannya.
“…dapatkah kau lihatnya perbedaan …yang tak terungkapkan….tapi mengapa kau tak berubah …. ada apa denganmu…” Terdengar suara Ariel Peterpan dari hpnya Asih. Langsung dengan cepat ia menjawabnya. “Hallo kakang..”
“Neng ada dimana?”
“Neng ada didepan kang. Ada apa kang?”
“Nggak kok neng.. ini kakang ada di depan juga, di samping kamu”
“Ha…ha……ha……” Gelegar tawa mereka terdengar lagi
Seharian dari mulai siang itu sepulang dari kota, sampai malam, konsentrasi mereka hanya pada hp. Tangan mereka tidak pernah terlepas dari genggaman hpnya. Seharian mereka tidak keluar rumah, seperti biasanya ke sawah atau ke rumah tetangga, pada hari itu tidak mereka lakukan. Seharian hanya mengoprak-aprik hp dan ketawa-ketawa.
Sampai pada malam hari mereka masih asik, mengoprak-aprik hpnya. Mencoba berbagai menu, sms, dan telepon-telepon sesama mereka. Dan kemudian tertawa…. Tidak perduli dengan keadaan di sekelilingnya, tidak perduli apakah ayamnya sudah pulang ke kandang atau belum, tidak perduli di luar hujan atu tidak, sampai-sampai tidak ingat dan tidak perduli dengan keinginan mereka, ingin punya anak. Saking terbiusnya mereka dengan hp.
“Hallo… kang…kakang ada dimana?”
“Ini…. di sini…”
“Di mana kang?”
“Ini di atas perut kamu……”
Saking tidak perdulinya dengan apa-apa dan hanya perduli dengan hpnya, si istri tidak tau kalau suaminya sedang nangkring di atasnya.
Dasar Kortek (Korban Teknologi)……………
telaga-warna-2

Tinggalkan komentar